Pernahkah anda mencari kata RT/RW alias Rukun Tetangga/Rukun Warga di sebuah kamus bahasa Indonesia-Inggris?
Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa anda tidak akan menemukan terjemahan yang pas atas kata tersebut. Tidak percaya ? Mari kita coba liat apa kata kamus yang saya temukan di mbah Google.
Kamus Hasan Shadily menerjemahkan RT sebagai neighborhood association, the lowest administrative unit. Sedangkan RW diterjemahkan sebagai administrative unit at the next-to-lowest level in city, consisting of several RTs.
Hmmmm… pas terjemahan tersebut? Jelas tidak karena dalam khazanah tata pemerintahan negara barat yang menggunaka bahasa inggris sebagai bahasa negara tidak mengenal adanya RT/RW. RT/RW adalah istilah khas yang hanya ada di negeri ini. Seperti halnya durian dan rambutan yang dalam bahasa Inggris sama karena di negara asal bahasa tersebut tidak tumbuh buah-buahan yang hanya ada di negara tropis.
Kalau kita kembalikan lagi pada konteks struktur kemasyarakatan di Indonesia istilah neighborhood association akan sangat berbeda dengan RT dalam amanat Keppres nomor 49 tahun 2001 tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau sebutan lain. Inilah uniknya, RT/RW yang diterjemahkan sebagai neighborhood association di Indonesia secara kelembagaan diatur oleh peraturan perundangan dan diberikan pembinaan oleh pemerintah. Dalam hal pelaksanaan tugas RT/RW merupakan pendukung terlaksananya fungsi administrasi pemerintahan di tingkat kelurahan.
Masih ingat ketika anda membuat KTP? Anda harus meminta surat pengantar dari RT, lanjut ke RW, Kelurahan hingga ke Kecamatan. Itu di tingkat kota. Jika anda berdomisili di suatu kabupaten dimana sistem administrasi KTP belum terintegrasi hingga tingkat kecamatan maka anda harus ke kantor yang mengurusi kependudukan dan catatan sipil. Panjang bukan prosesnya?
Dari sudut pandang birokrasi memang terlihat begitu bertele-tele. Alhasil, banyak yang mengeluhkan lamanya proses pengurusan dan tentu saja adanya beragam pungutan karena harus melewati banyak meja.
Tapi, mari kita coba lihat dari sudut pandang yang lain masalah struktur kemasyarakatan yang kita miliki. Menurut Keppres Nomor 49 tahun 2001 tentang Penataan LKMD Rukun Tetangga dan Rukun Warga dibentuk dengan maksud dan tujuan sebagai berikut:
Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa anda tidak akan menemukan terjemahan yang pas atas kata tersebut. Tidak percaya ? Mari kita coba liat apa kata kamus yang saya temukan di mbah Google.
Kamus Hasan Shadily menerjemahkan RT sebagai neighborhood association, the lowest administrative unit. Sedangkan RW diterjemahkan sebagai administrative unit at the next-to-lowest level in city, consisting of several RTs.
Hmmmm… pas terjemahan tersebut? Jelas tidak karena dalam khazanah tata pemerintahan negara barat yang menggunaka bahasa inggris sebagai bahasa negara tidak mengenal adanya RT/RW. RT/RW adalah istilah khas yang hanya ada di negeri ini. Seperti halnya durian dan rambutan yang dalam bahasa Inggris sama karena di negara asal bahasa tersebut tidak tumbuh buah-buahan yang hanya ada di negara tropis.
Kalau kita kembalikan lagi pada konteks struktur kemasyarakatan di Indonesia istilah neighborhood association akan sangat berbeda dengan RT dalam amanat Keppres nomor 49 tahun 2001 tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau sebutan lain. Inilah uniknya, RT/RW yang diterjemahkan sebagai neighborhood association di Indonesia secara kelembagaan diatur oleh peraturan perundangan dan diberikan pembinaan oleh pemerintah. Dalam hal pelaksanaan tugas RT/RW merupakan pendukung terlaksananya fungsi administrasi pemerintahan di tingkat kelurahan.
Masih ingat ketika anda membuat KTP? Anda harus meminta surat pengantar dari RT, lanjut ke RW, Kelurahan hingga ke Kecamatan. Itu di tingkat kota. Jika anda berdomisili di suatu kabupaten dimana sistem administrasi KTP belum terintegrasi hingga tingkat kecamatan maka anda harus ke kantor yang mengurusi kependudukan dan catatan sipil. Panjang bukan prosesnya?
Dari sudut pandang birokrasi memang terlihat begitu bertele-tele. Alhasil, banyak yang mengeluhkan lamanya proses pengurusan dan tentu saja adanya beragam pungutan karena harus melewati banyak meja.
Tapi, mari kita coba lihat dari sudut pandang yang lain masalah struktur kemasyarakatan yang kita miliki. Menurut Keppres Nomor 49 tahun 2001 tentang Penataan LKMD Rukun Tetangga dan Rukun Warga dibentuk dengan maksud dan tujuan sebagai berikut:
- Memelihara dan melestarikan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang berdasarkan kegotong-royongan dan kekeluargaan
- Menghimpun seluruh potensi swadaya masyarakat dalam usaha meningkatkan kesejahteraan warga
- Memperlancar pelaksanaan penyelenggaraan di bidang pemerintah, pembangunan, dan kemasyarakatan di kelurahan
Bagaimana pendapat anda? Dahsyat bukan? Mulia sekali bukan? Apa yang anda bayangkan ketika ketiga tujuan di atas bisa dijalankan. Hmm pastilah….kita akan merasakan kenyamanan tinggal di lingkungan kita.
Bagi anda yang dilahirkan sebelum tahun 1990 mungkin masih bisa merasakan bagaimana peran RT/RW ini. Saya sendiri masih ingat ketika masih SD sekitar tahun 1980an setiap bulan selalu ada kegiatan kerja bakti di hari minggu di RW tempat saya tinggal. Hampir seluruh anggota keluarga terlibat membersihkan depan rumah, membersihkan rerumputan, membersihkan got dan merapikan tanaman yang sekaligus menjadi pagar rumah kami.
Bagaimana pendapat anda? Dahsyat bukan? Mulia sekali bukan? Apa yang anda bayangkan ketika ketiga tujuan di atas bisa dijalankan. Hmm pastilah….kita akan merasakan kenyamanan tinggal di lingkungan kita.
Bagi anda yang dilahirkan sebelum tahun 1990 mungkin masih bisa merasakan bagaimana peran RT/RW ini. Saya sendiri masih ingat ketika masih SD sekitar tahun 1980an setiap bulan selalu ada kegiatan kerja bakti di hari minggu di RW tempat saya tinggal. Hampir seluruh anggota keluarga terlibat membersihkan depan rumah, membersihkan rerumputan, membersihkan got dan merapikan tanaman yang sekaligus menjadi pagar rumah kami.
![]() |
Masyarakat melakukan Kerja Bakti |
Tak hanya itu, ketika saya masih berseragam putih abu-abu kami para pemuda/pemudi di kelurahan terlibat dalam kegiatan karang taruna. Hampir seluruh pemuda/pemudi saling mengenal karena setiap bulan selalu ada pertemuan. Selain itu kami juga sering dilibatkan dalam acara-acara pernikahan. Dengan pakaian bawahan hitam dan atasan putih kami pun sigap melayani para tamu. Saat itu, acara pernikahan sangat berbeda dengan apa yang saat ini kita lihat. Dari sisi makanan tamu-tamu cukup duduk di tempat dan kami-kami lah yang akan mengantarkan sepiring nasi lengkap dengan lauk pauk termasuk segelas teh hangat. Kami lakukan semua itu dengan riang gembira. Meski tidak ada sepeser rupiah pun yang kami terima sebagai imbalan tapi kami cukup puas dengan sepiring nasi dan lauk pauk yang mengundang selera. Atau mungkin karena di zaman itu kami jarang berlauk daging sehingga hidangan pernikahan merupakan nikmat yang luar biasa ya…entahlah…
Apa yang saya ceritakan tentang ‘kisah masa lalu’ tadi sesungguhnya adalah bagian dari pelaksanaan peran RT/RW dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai ketiga tujuan dibentuknya lembaga tersebut. Saya sendiri tidak tau apakah hal ini masih berjalan atau tidak di beberapa daerah. Yang jelas di perkotaan, termasuk di tempat saya tinggal, tradisi semacam ini sulit ditemui lagi. Kerja bakti rasanya sekarang sudah digantikan dengan adanya iuran bulanan di RT yang kemudian dari iuran itu Pak RT membayar petugas untuk membersihkan lingkungan. Tak ada yang salah barangkali karena kehidupan masa kini telah berubah.
Tuntutan hidup memaksa anggota rukun tetangga untuk memenuhi kebutuhan yang semakin hari terasa makin tinggi. Akhirnya, waktu pun tersita untuk masa depan keluarga. Meski peran masyarakat atau anggota rukun tetangga dalam menciptakan kehidupan yang lebih nyaman saat ini masih ada tapi peran kerja bakti sebagai media berinteraksi sesama anggota rukun tetangga jelas tak mungkin tergantikan oleh besarnya iuran tiap bulan.
Dalam konsep pembangunan RT/RW bisa dianggap sebagai social capital atau modal sosial yang jika didayagunakan ia akan menjadi sebuah kekuatan besar. Teori pembangunan masa kini pun menyebutkan bahwa modal sosial adalah salah satu faktor yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Di masa lalu, teori ekonomi klasik menyebut bahwa natural capital lah yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Menurut teori ini negara yang mempunyai sumber daya alam melimpah akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Ini pula yang mendorong para kolonialis kemudian menjelajah mencari daerah-daerah jajahan termasuk kita menjadi korbannya. Teori berikutnya, neoklasical theory, menyebutkan bahwa investasi pada physical capital alias mesin-mesin akan mengatasi masalah keterbatasan sumber daya alam yang pada teori klasik dianggap sebagai faktor dominan. Termasuk, munculnya revolusi industri yang menurut teori neoklasik menjadi justifikasi bahwa dengan investasi pada mesin-mesin akan meningkatkan produksi barang yang akan bermuara pada pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, endogeneous theory yang lebih menekankan pada aspek human capital berupan investasi pada pendidikan, ketrampilan, kreativitas termasuk riset dan pengembangan akan mengatasi masalah kejenuhan investasi pada mesin-mesin produksi. Kalau kita lihat perkembangan saat ini memang perusahaan yang terus bertumbuh adalah perusahaan yang mampu merekrut sumber daya yang kreatif dan selalu melahirkan inovasi.
Ups…kok sepertinya makin jauh dari tema RT/RW ya?
Tunggu dulu…teori selanjutnya adalah institutional growth theory. Model institusional ini lah yang dianggap sangat krusial yang membuat rentang perbedaan antara negara kaya dan negara miskin. Apa kira-kira menurut anda? Sebagaimana peristilahannya maka institusional lebih kepada lembaga negara atau tata kelola pemerintahan yang mampu melahirkan peraturan perundangan serta menegakkannya. Sehingga, segala sumber daya yang digunakan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang besar. Yang termasuk dalam modal institusional di sini adalah property right, produk perundangan, dan tata kelola pemerintahan atau dalam bahasa aslinya disebut sebaga governance, termasuk attitude dan culture. Salah satu unsur yang menjadi bagian dari model institusional ini adalah social capital.
Kalau anda cermati model pembangunan di negara berkembang yang di promosikan oleh negara-negara donor saat ini adalah dengan melibatkan masyarakat dalam pembangunan. Lihat saja, PNPM Mandiri adalah sebuah contoh pembangunan berbasis kekuatan modal sosial. Mengapa? Ya karena dana PNPM in akan bisa dicairkan jika ada kelembagaan berbasis masyarakat yang dinamakan BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) di tingkat kelurahan. Selanjutnya untuk mendapatkan dana masyarakat harus membuat Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang terdiri dari anggota masyarakat dalam lingkup kelurahan tersebut.
Nah, saya sendiri sering membayangkan bahwa Indonesia ini seharusnya lebih hebat dari negara-negara barat. Bagaimana tidak, dengan adanya garis koordinasi dari pemerintah, pemerintah daerah, kecamatan, kelurahan, hingga RT/RW seharusnya pengaturan dan penggerakan arus bawah lebih mudah. Di negara barat struktur kemasyarakatan hanya membagi hingga sub-district atau dalam bahasa kita disebut kecamatan. Kalau kita lihat dari vocabulary atau kosa kata yang mengena pada pembagian struktur kemasyarakatan pun hanya dibagi urban dan rural. Dengan struktur kemasyarakatan yang tidak mengakar saja pembangunan di sana justru lebih maju. Tata kelola pemerintahannya pun jauh lebih baik. Masyarakatnya? Jauh lebih tertib. Lalu apanya yang salah ya?
Akar budaya kita berbeda dengan negara barat. Makanya arah pembangunan pun tak bisa begitu saja di persamakan. Saya sendiri tetap percaya bahwa jika lembaga kemasyarakatan kita berfungsi secara maksimal kita masih punya harapan untuk mempunyai lingkungan yang nyaman. Dengan APBN/D yang terbatas apalagi tidak digunakan secara maksimal tentu akan sulit berharap pada peran negara untuk mengatasi segala permasalahan masyarakat. Sehingga, pembangunan yang perlu digalakkan adalah pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat. Artinya, bagaimana membangun kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Tidak perlu kita ambil contoh yang muluk-muluk. Dalam hal kebersihan sebenarnya yang perlu dibangun bukan lah pada pengerahan petugas persampahan tapi lebih kepada bagaimana menyadarkan masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya. Suatu saat coba perhatikan perilaku para pemilik mobil pribadi. Terkadang perilaku mereka tak kalah dengan para penumpang angkot. Mobilnya sih keren tapi masalah buang sampah perilakunya sungguh memprihatinkan. Atau ketika anda berkendara di jalan. Lihatlah bagaimana pengendara mobil yang berpenampilan keren atau kadang berkostum ustadz ketika di jalanan tak kalah dengan preman.
Apa langkah yang paling efektif untuk mendidik masyarakat?
Lagi-lagi saya sangat percaya bahwa dengan memberdayakan lembaga kemasyarakatan seperti Kelurahan/Desa hingga tingkat RT/RW masalah seperti ini sebenarnya bisa di atasi. Saya sendiri sering membayangkan seandainya lembaga-lembaga ini didayagunakan pasti hasilnya akan sangat dahsyat. Bayangkan seandainya RT/RW berfungsi sebagaimana maksud dan tujuan didirikannya. Bayangkan kalau pembangunan dilakukan berbasis RT/RW dimana setiap kepala RT/RW bertanggungjawab terhadap pendidikan moral dan etika masyarakatnya. Hmmm apalagi jika beliau ini mempunya jiwa leadership yang mampu menggerakkan anggota RT/RW untuk dengan suka rela membangun lingkungannya.