Banner2

Peran Pemuda dalam Kemerdekaan RI

DEKLARASI kemerdekaan Republik Indonesia tidak terlepas dari peran pemuda Indonesia kala itu.  Pasca dijatuhkannya bom atom di Jepang pada 6 dan 9 Agustus 1945 oleh Amerika Serikat (AS), para pemuda dengan cepat memanfaatkan peluang tersebut untuk menyatakan kemerdekaan.
Namun, informasi dari berbagai sumber menyebutkan, langkah cepat para pemuda Indonesia ini tak sejalan dengan golongan tua.  Mereka adalah, Soekarno, Muhammad Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat.
Ketiga orang ini masuk dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang sebelumnya bernama Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).  Dalam hal ini Soekarno dan Hatta sebagai pimpinannya.
Pada saat itu, Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap.
Pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana  yang konon kabarnya terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka, saking tidak sabarnya mendesak dilakukan deklarasi kemerdekaan RI, akhirnya pada 16 Agustus 1945 dini hari mereka membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok.
Dalam kesempatan itulah mereka berusaha meyakinkan Soekarno agar tidak terpengaruh terhadap Jepang untuk memberikan hadiah kemerdekaan pada 24 Agustus 1945 sesuai hasil pertemuan di Dalat Vietnam.
Benar saja, setelah Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta dari Rengasdengklok,  Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut.
Nishimura mengemukakan, sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam.
Tentu saja Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu, lalu keduanya bersama Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik sekira dini hari menyusun naskah proklamasi. Naskah ini kemudian diketik oleh Sajuti menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.
Pagi harinya 17 Agustus 1945 bertepatan dengan bulan suci Ramadan, kemerdekaan RI dideklarasikan. Sebelumnya, deklarasi sempat akan dilakukan di lapangan Ikada, demi alasan keamanan, kemudian dipindahkan di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 atau sekarang Jalan Proklamasi nomor 1.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.
Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Berikut naskah proklamasi yang dirumuskan oleh pendiri bangsa tersebut ;
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17-8-05
Wakil-wakil bangsa Indonesia.Soekarno/Hatta


Sumber: nasional.sindonews.com

Pemuda dalam Perjuangan

Pemuda.!!!
Pemuda adalah suatu umur yang memiliki kehebatan sendiri,menurut DR.Yusuf Qardhawi ibarat matahari maka usia muda ibarat jam 12 ketika matahari bersinar paling terang dan paling panas.Pemuda mempunyai kekuatan yang lebih secara fisik dan semangat bila dibanding dengan anak kecil atau orang-orang jompo.Pemuda mempunyai potensi yang luar biasa,bisa dikatakan seperti dinamit atau TNT bila diledakan.Subhanallah.
Mana mungkin kita sebagai pemuda bisa maju jika bermimpi saja tidak berani.Impian adalah cita-cita maka beranilah bermimipi,bagaimana bisa dapat nilai sembilan dalam ujian praktek ,bila bermimipi angka sembilan ada di raport saja tidak berani, bagaimana bisa dapat nilai sembilan jika mimpinya (cita-citanya) hanya dapat 6.Kalau ingin dapat nilai sembilan maka impikanlah nilai sepuluh.Saya pasti bisa dapat 10.impikan saja,bayangkan saja 10 jangan 9,8 apalagi 5.Impian akan menimbulkan niat ,niat akan menimbulkan sikap,sikap akan menimbulkan usaha untuk mewujudkan cita-cita .Dan impian juga akan menimbulkan semangat ,semangat ibarat api yang akan memicu ledakan potensi yang luar biasa.Maka marilah kita miliki impian,obsesi dan ambisi istilah kerennya POENYA TASTE hehe sperti iklan aja.
Pemuda yang hebat bukan pemuda yang berkata,”Ayah ku polisi lho,jangan macam-macam sama aku” atau “ayahku kaya ,aku minta apa-apa pasti dituruti.” Bukan seperti itu, tapi pemuda yang hebat dan berjiwa besar adalah pemuda yang berkata,”inilah diri” atau ” menjadi diriku dengan segala kekurangan” kayak nasyidnya es coustic.Pemuda yang hebat adalah pemuda yang tidak menyombongkan prestasi ayahnya,pamannya,ibunya atau lain-lain. Mereka sadar,andaikata ayah mereka polisi mereka sadar yang polisi kan ayah bukan saya,klo ayah mereka pejabat yang berprestasi mereka sadar itu prestasi ayah buka saya,saya harus ciptakan prestasi sendiri.
Jika sudah punya mimpi dan percaya akan kemampuan sendiri maka yang berikutnya ialah siap action.Yup berbuat,berani untuk melakukan aksi-aksi perubahan.
Merubah diri sendiri dengan mengendalikan hawa nafsu,mencari ilmu, memperbaiki ibadah.Berani mencoba untuk sebuah kemenangan tanpa takut gagal.Ingatlah bahwa kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda.Thomas alfa Edison berhasil menemukan bola lampu pada percobaan ke 14.000, berarti dia telah gagal dalam 13.999 percobaan,tapi dia tidak menyerah.Berani mencoba, bagaimana mungkin akan menang lomba lari jika mencoba mendaftar lomba saja tidak berani. Berani memulai. Memulai adalah hal yang sulit kata sebagian orang , setelah itu akan berjalan lancar.Maka kita harus berani memulai,walaupun sulit coba dulu,Insya Allah berikutnya berhasil.Mulai dari yang kecil ,ingin membersihkan Yogya dari sampah? mulailah dengan kita membuang sampah pada tempatnya.Tidak perlu ditunda-tunda mulai dari sekarang, tidak perlu menunggu orang lain mulai dari diri sendiri saja.


Sejarah pun juga membuktikan bahwa pemuda berperan penting dalam kemerdekaan.Dimana saja,di negara mana saja kemerdekaan tak pernah luput dari peran pemuda.Karena pemudalah yang paling bersemangat dan ambisius memperjuangkan perubahan menuju lebih baik.Hasan Al Banna seorang tokoh pergerakan di Mesir pernah berkata,”Di setiap kebangkitan pemudalah pilarnya, di setiap pemikiran pemudalah pengibar panji-panjinya.”Begitu juga dalam sejarah Islam,banyak pemuda yang mendampingi Rasulullah dalam berjuangan sperti Mushaib bin Umair ,Ali bin Abi tholib,Aisyah dll.Waktu itu banyak yang masih berusia 8,10 atau 12 tahun.Dan usia-usia itu tidak dapat diremehkan.Mereka punya peran penting dalam perjuangan.Maka dari itu jika ingin Indonesia menjadi lebih baik maka perbaikan itu yang utama ada di tangan pemuda,Perbaikan itu akan tegak dari tangan pemuda dan dari pemuda.
Pemuda mempunyai banyak potensi.Akan tetapi jika tidak dilakukan pembinaan yang terjadi adalah sebaliknya.Potensinya tak tergali,semangatnya melemah atau yang lebih buruk lagi ia menggunakan potensinya untuk hal-hal yang tidak baik misalnya tawuran dsb.
Sekali lagi ,pemuda adalah usia dan sosok yang hebat tapi tidak semua pemuda hebat . Pemuda yang hebat adalah pemuda yang B A B.:Apa itu B A B?
B.BERANI BERMIMPI DAN BERNIAT
Niat .Niat saja tidak berani bagamana bisa berbuat.Niat saja mulai sekarang ,tapi yang baik-baik.Sabda Nabi,”segala sesuatu itu tergantung niatnya.Pemuda harus punya niat. Niat menumbuhkan kesungguhan dalam beramal,keseriusan dalam berfikir serta keteguhan dalam menghadapi penghalang. Niat yang sempurna adalah niat karena Allah dengan landasan iman. Rasulullah bersabda dalam sebuah hadist dari Umar bin Khatab bahwa barang siapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya,barang siapa berhijrah untuk dunia yang ia cari atau wanita yang akan dinikahi maka hijrahnya untuk yang ia niatkan. Dengan niat karena Allah kita akan mendapat ridho-Nya Insya Allah.
A.ANDALKAN DIRI SENDIRI
Jadilah mereka pemuda yang mandiri, dengan kemandirian itu ia terpacu untuk tidak menggantungkan diri pada siapa pun kecuali Allah ,ia menjadi yang tangguh,ia berusaha memacu dirinya menjadi lebih baik dari hari ke hari sampai akhirnya ia bisa merubah lingkungannya. Ia menjadi pemuda yang percaya diri.
B.BERANI BERBUAT
Berani beraksi adalah wujud konsisten kita pada apa yang kita yakini,kita impikan.Kita memimpikan Indonesia menjadi lebih baik maka berani beraksi untuk perbaikan tersebut sesuai dengan kreativitas kita adalah hal yang hebat. Dari yang kecil tidak masalah. Yang penting kita berani.Tatap dunia , hadapi, jangan bersembunyai, jangan hanya bicara tapi berbuat,beramal.Kita tunjukan bahwa kita pemuda , kita tidak diam tapi bergerak menuju perbaikan yang lebih baik.Bahwa kita tidak duduk, tapi kita berjuang.Talk less to do more.
Sahabat-sahabat kita adalah pemuda,masa depan negeri ada ditangan kita,Perubahan ada di tangan kita mari kita mencari ilmu ,membina diri dengan sekolah yang tekun ,ikut mentoring untuk memperkokoh keyakinan,ikut kajian kemudian membina fisik agar sehat dan kuat.Agar kita bisa mengelola dan merubah masa depan.
Sumber: dudung.net

Peran Pemuda dan Mahasiswa Terhadap Kemajuan Bangsa

Peranan pemuda  dan mahasiswa dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia memang bersifat dominan dan monumental. Di era pra-kemerdekaan maupun di era kemerdekaan, pemuda selalu tampil dengan jiwa dan semangat kepeloporan, perjuangan, dan patriotismenya untuk mengusung perubahan dan pembaharuan. Karya-karya monumental para pemuda dan mahasiswa Indonesia itu dapat ditelusuri melalui peristiwa bersejarah antara lain; Boedi Oetomo (20 Mei 1908) yang kemudian diperingati sebagai Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928), pemuda dan mahasiswa mempelopori sebuah perubahan politik yang dramatis, mengantarkan munculnya era Orde Baru yang tergabung dalam KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia), KASI (Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia), dan sebagainya, serta Gerakan Reformasi 1998 yang lumrah kita sebut Tragedi Semanggi (Berakhirnya rezim Soeharto).
              Pemuda/pemudi merupakan suatu identitas dan penerus perjuangan generasi terdahulu untuk mewujukan cita-cita bangsa.  Pemuda menjadi harapan dalam setiap kemajuan di dalam suatu bangsa, Pemuda lah yang dapat merubah pandangan orang terhadap suatu bangsa dan menjadi tumpuan para generasi terdahulu untuk mengembangkan suatu bangsa dengan ide-ide ataupun  gagasan yang berilmu, wawasan yang luas, serta berdasarkan kepada nilai-nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat.
Pemuda-pemuda generasi sekarang sangat berbeda dengan generasi terdahulu dari segi pergaulan atau sosialisasi, cara berpikir, dan cara menyelesaikan masalah. Pemuda-pemuda zaman dahulu lebih berpikir secara rasional dan jauh ke depan. Dalam arti, mereka tidak asal dalam berpikir maupun bertindak, tetapi mereka merumuskannya secara matang dan mengkajinya kembali dengan melihat dampak-dampak yang akan muncul dari berbagai aspek. Pemuda zaman dahulu juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Contohnya saja, sejarah telah mencatat kiprah-kiprah pemuda Indonesia dalam memerdekakan Negara ini. Bung Tomo, Bung Hatta, Ir. Soekarno, Sutan Syahrir, dan lain-lain rela mengorbankan harta, bahkan mempertaruhkan nyawa mereka untuk kepentingan bersama, yaitu kemerdekaan Indonesia.
Sedangkan pemuda zaman sekarang, masih terkesan acuh terhadap masalah-masalah sosial di lingkungannya. Pemuda-pemuda saat ini telah terpengaruh dalam hal pergaulan bebas, penyalahgunaan narkotika, kenakalan remaja, bahkan kemajuan teknologi pun yang seharusnya membuat mereka lebih terfasilitasi untuk menambah wawasan ataupun bertukar informasi justru malah disalahgunakan. Tidak jarang kaum-kaum muda saat ini yang menggunakan internet untuk hal-hal yang tidak sepatutnya dilakukan seorang pemuda, seperti membuka situs-situs porno dan sebagainya.
Peranan pemuda saat ini dalam sosialisasi bermasyarakat menurun drastis. Mereka lebih mengutamakan kesenangan untuk dirinya sendiri dan lebih sering bermain-main dengan kelompoknya. Padahal, dulu biasanya pemuda lah yang berperan aktif dalam menyukseskan kegiatan-kegiatan di masyarakat seperti acara keagamaan, peringatan Hari Kemerdekaan, kerja bakti dan lain-lain. Seandainya saja pemuda-pemuda zaman dahulu seperti Ir. Soekarno, Bung Hatta, Bung Tomo dan lain-lain masih hidup pasti mereka sedih melihat pemuda-pemuda sekarang ini yang lebih mementingkan kesenangan pribadi. Generasi yang menjadi harapan mereka melanjutkan perjuangan mereka, tidak punya lagi semangat nasionalisme.
Sebagai pemuda kita harus sadar diri Negara ini membutuhkan pendekar sakti untuk  mewujudkan kesejahteraan di lingkungan masyarakat. Mungkin di mata kita pemerintah sendiri tidak cukup baik mengusahakan kesejahteraan bangsa ini, tetapi kita tinggal di negeri ini. Dampak dari baik atau buruknya negeri ini, secara langsung maupun tidak langsung pasti akan berhubungan dengan kehidupan kita di negeri ini. Jadi jangan hanya bisa mengkritik, menyanggah, atau mencela saja, itu semua tidak dapat membangun Negara kita. Tetapi terjunlah langsung seperti bergabung dalam kegiatan politik, organisasi masyarakat, dan sebagainya. Belajarlah untuk peduli terhadap bangsa dan lingkungan sekitar.
Masyarakat masih membutuhkan pemuda-pemudi yang memiliki kematangan intelektual, kreatif, percaya diri, inovatif, memiliki kesetiakawanan sosial dan semangat nasionalisme yang tinggi dalam pembangunan nasional. Pemuda diharapkan mampu bertanggung jawab dalam membina kesatuan dan persatuan NKRI, serta mengamalkan nilai-nilai yang ada di dalam pancasila agar terciptanya kedamaian, kesejahteraan umum, serta kerukunan antar bangsa. Bangun pemuda-pemudi Indonesia. Tanamkan semangat yang berkobar di dadamu. Bersatulah membangun Negara tercinta. Seperti isi sumpah pemuda yang di ikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1928 “satu tumpah darah, satu bangsa dan satu bahasa”. Semoga Negara kita ini tetap bersatu seperti slogan budaya bangsa yang tercermin dalam Bhineka Tunggal Ika. Berkarya lah pemuda-pemudi Indonesia, Majukan Negara Kita, Jadilah Soekarno dan Moh Hatta berikutnya yang memiliki semangat juang tinggi dalam membangun bangsa.
                 Dalam tataran aplikasinya, untuk saat ini, aktivis pelajar dan mahasiswa bisa bergabung dalam organisasi Massa. Lebih mengkerucut lagi, bisa ormas politik. Dimulai dari aktivitas-aktivitas politik organisasi di kampus seperti BEM dan UKM atau di Sekolah seperti OSIS, MPK dan Pramuka. Untuk pemuda yang sudah tidak lagi mahasiswa, mereka bisa berkecimpung lebih dalam di organisasi-organisasi keprofesian yang independen. Ini semua tidak lain adalah untuk mempertajam kompetensi dan profesionalisme, agar mereka sudah siap.
             Dengan kesiapan para pemuda dan mahasiswa, akselerasi pembangunan dapat dimaksimalkan. Harapan ini tentulah bukan sebuah khayalan. Sejarah Indonesia sendiri telah menghasilkan individu-individu yang membanggakan, contohnya, M. Natsir. Percepatan pembangunan harus dimulai dengan perubahan mental dan cara berfikir. Walaupun pemerintahan saat ini sudah on the track, tapi jalannya masih lambat. Dengan kematangan mental dan perbedaan cara berfikir yang segar, siap membantu dan mengakselerasi pembangunan negeri
                   Konteks Peran Pemuda dan mahasiswa dalam Memanifestasikan Perubahan Bangsa, pemuda hendaknya tidak lagi hanya terpaku pada persoalan-persoalan lokal dan nasional, tetapi tanpa menyadari konteks internasional. Ajakan John Nesbit perlu dilakukan: yaitu “Think Globally, Act Locally” bahwa walaupun kita bertindak lokal (nasioanal), tetapi cara berpikirnya adalah global. Bahwa pemuda hidup di dalam komunitas internasional, yang sedkit banyak akan membawa pengaruh bagi dinamika aneka kehidupan lokal dan nasional.
Sumber: rendyanggaprasetia21.wordpress.com

Peran serta pemuda dalam pembangunan daerah

Peran generasi muda atau pemuda dalam konteks perjuangan dan pembangunan dalam kancah sejarah kebangsaan Indonesia sangatlah dominan dan memegang peranan sentral, baik perjuangan yang dilakukan secara fisik maupun diplomasi, perjuangan melalui organisasi sosial dan politik serta melalui kegiatan-kegiatan intelektual.
Masa revolusi fisik dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan adalah ladang bagi tumbuh suburnya heroisme pemuda atau generasi muda yang melahirkan semangat patriotisme dan nasionalisme.
Pemuda atau generasi muda yang hidup dalam nuansa dan suasana pergolakan kemerdekaan dan perjuangan akan cenderung memiliki kreativitas tinggi dan keunggulan untuk melakukan perubahan atas berbagai kerumitan dan masalah yang dihadapi, akan tetapi bagi para pemuda atau generasi muda yang hidup dalam nuansa nyaman, aman dan tentram seperti kondisi sekarang, cenderung apatis, tidak banyak berbuat dan hanya berusaha mempertahankan situasi yang ada tanpa usaha dan kerja keras melakukan perubahan yang lebih baik dan produktif atau bahkan cenderung tidak kreatif sama sekali.
Generasi muda  memiliki posisi yang penting dan strategis karena menjadi poros bagi punah atau tidaknya sebuah negara,  Benjamine Fine dalam bukunya 1.000.000 Deliquents, mengatakan “a generation who will one day become our national leader”.
Generasi muda adalah pelurus dan pewaris bangsa dan negara ini, baik buruknya bangsa kedepan tergantung kepada bagaimana generasi mudanya, apakah generasi mudanya memiliki kepribadian yang kokoh, memiliki semangat nasionalisme dan karakter yang kuat untuk membangun bangsa dan negaranya (nation and character), apakah generasi mudanya memiliki dan menguasai  pengetahuan dan tekhnologi untuk bersaing dengan bangsa lain dalam tataran global dan tergantung pula kepada apakah generasi mudanya berfikir positif untuk berkreasi yang akan melahirkan karya – karya nyata yang monumental dan membawa pengaruh dan perubahan yang besar bagi kemajuan bangsa dan negaranya.
Generasi muda adalah orang yang membuat sejarah (People Makes History)
Peran dan perjuangan pemuda Indonesia dirintis dan dimulai dari berdirinya Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia yang kemudian menjadi Perhimpunan Indonesia pada tahun 1908. Organisasi pemuda, pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda ini kemudian menerbitkan Koran Indonesia Merdeka. Dalam terbitannya yang pertama koran ini menyatakan tentang kemauan besar bangsa Indonesia untuk merebut kembali hak-hak dan menetapkan kedudukan atau keyakinan di tengah-tengah dunia, yaitu sebuah Indonesia yang merdeka.
Selanjutnya semangat nasionalisme dan patriotisme tersebut mulai merambah ke Indonesia dengan berdirinya organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang kemudian diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional, kemudian berdiri pula Organisasi Sarikat Islam (SI) pada tanggal 10 September 1912.
Semangat nasionalisme dan patriotisme tersebut kemudian dipertegas dengan Sumpah Pemuda yang merupakan sumpah setia para pemuda pada saat Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia dalam Kongres Pemuda II yang dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 yaitu tentang pengakuan generasi muda indonesia untuk bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia, berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia dan  menjunjung Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia.
Sebelumnya pada rapat pertama, Sabtu, tanggal 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Dalam sambutannya, ketua PPI Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara kemudian dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda.
Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.  Militansi dan peran pemuda selanjutnya terlihat menjelang proklamasi kemerdekaan yaitu dalam Peristiwa Rengas Dengklok berupa “penculikan” yang dilakukan oleh sejumlah pemuda antara lain Adam Malik dan Chaerul Saleh dari Menteng 31 terhadap Soekarno dan Hatta.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30 WIB. Soekarno dan Hatta dibawa atau lebih tepatnya diamankan ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi, sampai kemudian terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Akhmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.
Pada saat mempertahankan kemerdekaan dari agresi militer Belanda peran pemuda yang tergabung dalam API, barisan pemuda pelopor dan laskar laskar perlawanan rakyat sangat jelas sekali. Peristiwa 10 November Surabaya, Bandung Lautan Api, adalah bukti pengorbanan pemuda atau generasi muda bagi bangsa dan negara.
Memaknai peristiwa sejarah sebagai sumber edukasi dan inspirasi
Experience is the best teacher. Jadi terminologi “belajar dari sejarah” bukahlah hal yang sepele, justru sebaliknya lewat sejarah itulah identitas seorang warga negara diperkokoh. Mengambil makna edukasi dan inspirasi dari peristiwa-peristiwa sejarah besar (great historical events) di atas tidak sebatas diperingati dalam upacara seremonial sambil mengenang jasa para pemuda Indonesia.
Lebih jauh para pemuda atau generasi muda saat ini haruslah mengambil makna mendalam dan menemukan inspirasi dan edukasi atas peristiwa bersejarah itu. Sejarah akan terus berulang untuk masa dan pelaku sejarah yang berbeda.
Pemuda atau generasi muda saat ini mempunyai potensi besar mengulang sejarah yang lebih besar dan monumental. Perjuangan merintis kemerdekaan, Proklamasi kemerdekaan, satunya Indonesia sebagai sebuah nation atau bangsa, bukanlah sekedar ikrar, tetapi harus jauh merayapi setiap nurani generasi muda dan rakyat Indonesia untuk kemudian melahirkan gerakan yang nyata bagi perwujudan untuk mencapai tujuan negara yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.
Masa untuk mencapai tujuan negara telah beberapa tahapan dilalui, mulai dari masa orde lama, orde baru bahkan sekarang bangsa Indonesia  memasuki  era reformasi.
Sejak bergulirnya reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan Bulan Mei tahun 1998 yang ditandai dengan adanya pergantian rezim orde baru dengan orde reformasi, belum banyak terjadi perubahan-perubahan mendasar dan menyeluruh di segala aspek dan sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Orde reformasi yang menggantikan orde baru dan diharapkan dapat membawa perubahan besar atau lompatan besar menuju Indonesia Baru untuk menggantikan Indonesia Lama (Orde Baru) yang dipandang sebagai masa yang penuh dengan kekurangan (deficiencies) dan berbagai macam penyakit sosial (social ills), tampaknya masih jauh dari harapan.
Masa-masa sulit diawal reformasi yang dijalankan tampaknya belum mampu untuk mewujudkan Indonesia Baru yang diharapkan. Masa-masa awal reformasi justru penuh dengan situasi yang penuh dengan ketidakpastian, tidak dihormatinya hukum dan keadilan (law and order).
Harapan dan tuntutan masyarakat terutama kalangan pemuda dan mahasiswa yang dikenal dengan agenda reformasi hingga saat ini hampir dikatakan tidak berjalan atau dapat dikatakan berjalan di tempat. Perubahan yang terjadi tampak dirasakan hanya pada bidang demokrasi, yang dalam prakteknya malah cenderung kepada demokrasi keterlaluan dan berlebihan (too much democracy).
Pada level bangsa (nation) kita jauh dari ketentraman (in order), malah cenderung tidak aman (dis order). Penyakit masyarakat (social ills) dan ketidakpastian hukum cenderung meningkat kemudian harga diri bangsa dimata dunia saat ini malah semakin terpuruk dan ada kecenderungan, bangsa ini hampir kehilangan kebanggaan dan identitas (jatidiri) sebagai bangsa Indonesia (having no pride as Indonesian).
Bangsa seolah-olah saling menyalahkan dan membuka aib sendiri, bagaikan membuka kotak pandora (pandora box). Kemudian tak dapat dinafikan, bahwa kemiskinan dan pengangguran meningkat, investasi dan pertumbuhan ekonomi menurun ditengah dominasi asing, kekerasan dan kesemrawutan berbagai kota, berbagai bencana melanda, ditingkahi lakon elit politik yang jauh dari harapan rakyat.
Permasalahan-permasalahan bangsa semakin rumit dan semakin tidak beradab, amuk masa, tawuran, kerusuhan sosial dan konflik horizontal di daerah menjadi pemandangan yang mencengangkan. Berbagai konflik kepentingan antara pusat dan daerahpun ikut meramaikan kondisi bangsa dan cenderung ke arah disintegrasi bangsa. Kemudian lebih menyedihkan lagi bangsa semakin diperparah dengan berbagai bencana dan musibah di berbagai pelosok penjuru nusantara serta ancaman akan kehilangan generasi (lost generation) akibat penyalahgunaan narkoba.
Seharusnya disaat kita sedang memulai pembangunan Indonesia baru yang ditandai dengan perubahan-perubahan yang drastis, cepat dan berjangka panjang di bidang politik diperlukan semangat kecintaan kepada bangsa, kebersamaan dan persaudaraan yang dapat menumbuhkan harapan-harapan pencerahan bagi bangsa untuk membangun Indonesia baru atau Indonesia yang lebih baik, maka dimanakah para pemuda atau generasi muda mengambil peran dalam situasi bangsa seperti ini.
Peran serta generasi muda dalam pembangunan
Di saat kondisi bangsa seperti saat ini peranan pemuda atau generasi muda sebagai pilar, penggerak dan pengawal jalannya reformasi dan pembangunan sangat diharapkan. Dengan organisasi dan jaringannya yang luas, pemuda dan generasi muda dapat memainkan peran yang lebih besar untuk mengawal jalannya reformasi dan pembangunan.
Permasalahan yang dihadapi saat ini justru banyak generasi muda atau pemuda yang mengalami disorientasi, dislokasi dan terlibat pada kepentingan politik praktis. Seharusnya melalui generasi muda atau pemuda terlahir inspirasi untuk mengatasi berbagai kondisi dan permasalahan yang yang ada. Pemuda atau generasi muda yang mendominasi populasi penduduk Indonesia saat ini mesti mengambil peran sentral dalam berbagai bidang untuk kemajuan antara lain:
Pertama, saatnya pemuda menempatkan diri sebagai agen sekaligus pemimpin perubahan. Pemuda harus meletakkan cita-cita dan masa depan bangsa pada cita cita perjuangannya. Pemuda atau generasi muda yang relatif bersih dari berbagai kepentingan harus menjadi asset yang potensial dan mahal untuk kejayaan dimasa depan. Saatnya pemuda memimpin perubahan.
Pemuda atau generasi muda yang tergabung dalam berbagai Organisasi Kemasyarakatan Pemuda memiliki prasyarat awal untuk memimpin perubahan. Mereka memahami dengan baik kondisi daerahnya dari berbagai sudut pandang. Kemudian proses kaderisasi formal dan informal dalam organisasi serta interaksi kuat dengan berbagai lapisan sosial termasuk dengan elit penguasa akan menjadi pengalaman (experience) dan ilmu berharga untuk mengusung perubahan.
Kedua, pemuda harus bersatu dalam kepentingan yang sama (common interest) untuk suatu kemajuan dan perubahan. Tidak ada yang bisa menghalangi perubahan yang diusung oleh kekuatan generasi muda atau pemuda, sepanjang moral dan semangat juang tidak luntur.
Namun bersatunya pemuda dalam satu perjuangan bukanlah persoalan mudah. Dibutuhkan syarat minimal agar pemuda dapat berkumpul dalam satu kepentingan. Pertama, syarat dasar moral perjuangan harus terpenuhi, yakni terbebas dari kepentingan pribadi dan perilaku moral kepentingan suatu kelompok. Kedua, kesamaan agenda perjuangan secara umum Ketiga, terlepasnya unsur-unsur primordialisme dalam perjuangan bersama, sesuatu yang sensitive dalam kebersamaan.
Ketiga, mengembalikan semangat nasionalisme dan patriotisme dikalangan generasi muda atau pemuda akan mengangkat moral perjuangan pemuda atau generasi muda. Nasionalisme adalah kunci integritas suatu negara atau bangsa. Visi reformasi seperti pemberantasan KKN, amandeman konstitusi, otonomi daerah, budaya demokrasi yang wajar dan egaliter seharusnya juga dapat memacu dan memicu semangat pemuda atau generasi muda untuk memulai setting agenda perubahan.
Keempat, menguatkan semangat nasionalisme tanpa harus meninggalkan jatidiri daerah. Semangat kebangsaan diperlukan sebagai identitas dan kebanggaan, sementara jatidiri daerah akan menguatkan komitmen untuk membangun dan mengembangkan daerah. Keduanya diperlukan agar anak bangsa tidak tercerabut dari akar budaya dan sejarahnya.
Kelima, perlunya kesepahaman bagi pemuda atau generasi muda dalam melaksanakan agenda-agenda Pembangunan. Energi pemuda yang bersatu cukup untuk mendorong terwujudnya perubahan. Sesuai karakter pemuda yang memiliki kekuatan (fisik), kecerdasan (fikir), dan ketinggian moral, serta kecepatan belajar atas berbagai peristiwa yang dapat mendukung akselerasi perubahan.

Keenam, pemuda menjadi aktor untuk terwujudnya demokrasi politik dan ekonomi yang sebenarnya. Tidak dapat dihindari bahwa politik dan ekonomi masih menjadi bidang eksklusif bagi sebagian orang termasuk generasi muda. Pemuda harus menyadari , bahwa sumber daya (resource) negeri ini sebagai aset yang harus dipertahankan, tidak terjebak dalam konspirasi ekonomi kapitalis.
Ketujuh, secara khusus peranan pemuda di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung seharusnya lebih berorientasi kepada upaya membangun kualitas sumber daya manusia dan upaya menjaga kualitas sumber daya alam Bangka Belitung agar tetap dapat mempunyai daya dukung bagi pembangunan Bangka Belitung dasawarsa kedepan dan untuk persiapan bagi generasi mendatang.
Sebagai suatu propinsi yang baru menginjak usia delapan tahun banyak hal yang harus diperbuat, diperjuangkan dan ditingkatkan agar propinsi ini dapat sejajar serta dapat mengejar ketertinggalan dengan propinsi lainnya di Indonesia.
Isu aktual tentang kerusakan lingkungan di Bangka Belitung hendaknya menjadi perhatian serius dan utama mengingat eksploitasi terhadap biji timah yang sudah dimulai sejak masa Kesultanan Palembang Darussalam pada tahun 1710, kemudian dilanjutkan oleh bangsa asing kulit putih yaitu bangsa Inggris tahun 1812 dan bangsa Belanda sejak tahun 1814 hingga kemerdekaan, kemudian dilanjutkan eksploitasinya oleh perusahaan Timah milik negara dan sekarang malah dieksploitasi secara bebas dan besar-besaran oleh rakyat tanpa memperhatikan aturan-aturan dan kelestarian lingkungan, akan berakibat pada kerusakan dan kehancuran.
Dalam posisi inilah harusnya pemuda atau generasi muda dapat berperan menghentikan kerusakan dan mengajukan alternatif solusi yang cerdas bagi penyelesaiannya dan terutama sekali solusi terbaik bagi penghidupan rakyat pasca timah. Saat ini suara, pemikiran dan tindakan nyata dari generasi muda atau pemuda, mahasiswa, akademisi atau dari golongan elite terpelajar nyaris tak terdengar, sebetulnya banyak kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah yang perlu dikritisi secara arif.
Kedelapan, pemuda atau generasi muda harus dapat memainkan perannya sebagai kelompok penekan atau pressure group agar kebijakan-kebijakan strategis daerah memang harus betul-betul mengakar bagi kepentingan dan kemashlatan umat.
Dari pandangan mengenai pemuda tersebut, diharapkan para pemuda dapat membuka mata dan beranjak dari ”tidur panjang” dan kini saatnya pemuda membangun daerah sesuai kapasitasnya, sehingga akan terwujud kehidupan masyarakat yang lebih baik dan yang menjadi harapan masyarakat secara bersama.
Sumber: lampungtimurkab.go.id

Pembelajar Harus Memiliki Mimpi, Visi, dan Cita-Cita

dakwatuna.com – Salah satu tujuan pembelajaran adalah agar terciptanya perubahan pada diri para pelajar/siswa di dalam tiga aspek (kognitif, afektif dan psikomotorik). Baik itu pembelajaran yang dilakukan secara formal maupun non formal. Dari kekuatan ketiga aspek tersebut diharapkan nantinya menjadi modal awal yang sangat berharga guna meraih apa yang dicita-citakan para pembelajar di masa depannya. Akan tetapi saat ini perubahan yang diharapkan seakan tampak lamban dan semakin mengendur. Perubahan yang terjadi tak lebih dari sekadar meningkatnya kuantitas tanpa diimbangi peningkatan kualitas.

Mencermati permasalahan di atas tentunya banyak faktor penyebab yang menjadi penghambat tercapainya tujuan esensial proses pembelajaran. Salah satunya adalah faktor intrinsik yang ada pada diri individu pelajar/siswa itu sendiri. Faktor tersebut di antaranya adalah menjangkitnya penyakit futur (lemah semangat) yang sering dialami para pelajar/siswa saat menjalani proses pembelajaran. Seringkali para pelajar/siswa merasa kurang dan bahkan tidak bersemangat di dalam belajarnya, sehingga proses belajar yang dijalaninya tidak disertai motivasi tinggi dan kesungguhan yang kuat untuk benar-benar mendapatkan ilmu-ilmu yang hendak dipelajari.

Adapun fenomena seperti yang demikian itu disebabkan karena di sebagian besar benak hati para pelajar/siswa masih belum tertanam keinginan untuk menciptakan perubahan bagi dirinya sendiri. Takut bermimpi, tidak memiliki visi serta tidak ada keinginan bercita-cita tinggi untuk kemaslahatan masa depannya sendiri. Para pelajar/siswa belum sepenuhnya mengerti betul efek dari pentingnya proses pembelajaran yang ditempuhnya saat ini terhadap keberhasilan di masa depannya nanti. Singkatnya para pelajar/siswa belum sepenuhnya memiliki mimpi, visi dan cita-cita yang jelas yang hendak diraihnya. Terlalu sederhana jika landasan belajar hanya sekadar untuk mendapatkan ijazah agar bisa diterima bekerja.

Banyak di antara para pelajar/siswa yang terbilang cerdas, rajin berangkat ke sekolah namun sekadar untuk menggugurkan kewajibannya sebagai seorang siswa dan karena perintah orang tua saja; mengisi absensi, mendengarkan guru menyampaikan materi, mengerjakan tugas serta menyelesaikan setumpuk pekerjaan rumah (PR) yang dibebankan guru-guru kepadanya. Sedang mereka sendiri tidak tahu sebenarnya apa yang menjadi target masa depannya. Mimpinya masih kabur, visi hidupnya ngawur, cita-citanya masih terkubur. Alhasil motivasi pun luntur, semangat belajar lemah tiada gairah.

Di salah satu sekolah tingkat menengah penulis pernah mencoba mengajukan pertanyaan kepada siswa-siswinya tentang apa yang menjadi cita-citanya. Ternyata masih banyak pelajar/siswa yang belum memiliki cita-cita yang jelas. Mereka seakan kaget, bengong dan kebingungan dalam memberikan jawaban. Masih blank melihat target pencapaian masa depannya. Sekalipun saat itu dirinya telah berada di kelas jurusan/kejuruan sekolah tertentu. Adapun di antara mereka yang menjawab, jawabannya masih bersifat abstrak dan tidak terukur. Semisal: “Saya ingin menjadi orang baik”, “saya ingin menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa”, “saya ingin menjadi orang sukses” dsb yang sejenis. Meskipun jawaban-jawaban seperti demikian itu tidaklah salah akan tetapi bagi pelajar setingkat sekolah menengah seharusnya mereka sudah memiliki orientasi terhadap masa depannya dengan target yang jelas.

Tentu sangat mengkhawatirkan apalagi jika para pelajar setingkat SMA, SMK, MA, masih kebingungan dalam menentukan target pencapaian masa depan. Kelabu dalam memilih cita-cita dan mentok dalam menemukan visi hidupnya. Jika demikian adanya bagaimana mereka akan semangat dalam belajar? Sementara belajar adalah bagian dari proses menuju sukses di masa depannya.

Kenyataan demikian tentunya menjadi bahan pemikiran dan bahan evaluasi kita bersama terutama bagi kalangan para pendidik/guru jika tujuan pembelajaran ingin benar-benar terealisasikan seperti yang selama ini diharapkan. Bukan sekadar memikirkan melainkan juga memberikan kontribusi dengan langkah real dalam rangka mendobrak jiwa-jiwa para pelajar/siswa agar mereka mau bermimpi, menciptakan visi serta berani bercita-cita tinggi sehingga mereka menemukan energi dalam belajar. Adapun langkah-langkah yang bisa ditempuh di antaranya adalah:

Pertama, jadilah sang pemimpi. “Tanpa mimpi, orang seperti kita akan mati…”, itulah kata-kata yang diucapkan Arai kepada Ikal temannya saat dia (Ikal) berhenti untuk bermimpi dan bercita-cita. Dan ternyata terbukti, gara-gara ia (Ikal) berhenti bermimpi akhirnya nilai pelajarannya pun menurun drastis. Padahal Ikal adalah termasuk anak cerdas yang sebelumnya berprestasi.

Dari penggalan cerita novel karya Andrea Hirata yang berjudul sang pemimpi di atas kita menemukan gambaran bahwa ketika seorang pelajar/siswa berhenti untuk bermimpi saat itu pula motivasi belajarnya pun akan ikut mati. Mungkin apalagi jika seorang pelajar/siswa tidak mau dan atau tidak mempunyai mimpi? Padahal banyak pemimpin besar yang berangkat dari seorang pemimpi. Ada pepatah yang mengatakan: “Bermimpilah sebelum kamu menjadi pemimpin” dan “Belajarlah engkau sebelum menjadi pemimpin”. Akhirnya kita mengerti, menstimulasi para pelajar/siswa untuk berani bermimpi adalah langkah awal terutama bagi para pengajar/guru dalam memotivasi siswa-siswinya sehingga mereka semangat dalam belajar. Para pengajar/guru sepatutnya khawatir jika anak didiknya untuk bermimpi saja takut apalagi untuk meraihnya? Jadikan para pelajar/siswa sang pemimpi.

Kedua, miliki visi. Memiliki visi yang jelas adalah suatu keharusan agar belajar lebih bergairah, termasuk pada saat menjalani proses pembelajaran di sekolah maupun di luar sekolah. Dengan memiliki visi seorang pelajar/siswa akan dapat memvisualisasikan mimpi masa depannya secara rapi, sehingga akan tumbuh motivasi untuk selalu berusaha menjalani prosesnya yakni belajar dengan benar. Tumbuh semangat dalam belajar sejak dini, mau mencicil prestasi sebelum ia sampai pada visi inti yang menjadi orientasi. Menurut penelitian, yang dikemukakan Satria Hadi Lubis; “Anak-anak yang memiliki gambaran peran yang berorientasi pada masa depan berhasil lebih baik di sekolah dan lebih handal dalam mengatasi tantangan hidup”. Dengan demikian visi dalam diri setiap pelajar/siswa adalah harga mati. Jika demikian adanya maka menanamkan visi dalam diri para pelajar/siswa adalah satu keniscayaan.

Ketiga, miliki cita-cita. Solikhin Abu Izzuddin dalam bukunya zero to hero mengatakan: “Kadang orang takut punya cita-cita, karena takut untuk mencapainya. Padahal cita-cita merupakan energy yang menggerakkan jiwa, menggerakkan pikiran untuk kreatif, menggerakkan badan untuk aktif, menggerakkan seluruh tubuh untuk mencapai tujuan. Cita-cita adalah ruh yang menjadikan seorang tetap bertahan”. Menjadi pribadi pelajar/siswa yang memiliki cita-cita adalah sama artinya dengan memasok energi motivasi tinggi untuk selalu siap menempuh dan menjalani proses belajar dengan benar. Sebab keberhasilan (pembelajaran) tidak semata-mata diukur pada hasil tapi juga pada proses. Bukan sekadar belajar tapi belajar yang disertai kedisiplinan dan keteraturan yang mengarah pada target masa depan yang pasti. Menukil kata-kata Bapak Iwan Kartiwa (salah satu guru SMA penulis) dalam tulisannya yang berjudul Belajar dari Kisah Laskar Pelangi (dimuat redaksi sumek edisi Rabu, 6/03/13) beliau mengatakan bahwa: “Orang yang tidak memiliki mimpi dan cita-cita adalah orang yang tidak mempunyai arah hidup. Siapapun dia dan dari manapun asalnya perlu memiliki mimpi dan cita-cita yang harus diperjuangkan dengan sekuat kemampuan dalam hidupnya”.

Agar lebih memahami pentingnya menumbuhkan cita-cita di dalam diri para pelajar ada baiknya kita mengambil ibrah (pelajaran) dari kisah film Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi yang sarat pesan moral dan pendidikan. Terlebih bagi kalangan para pendidik akan dapat melihat bagaimana lingkungan serta elemen pendidikan mampu menumbuhkan semangat bercita-cita pada diri anak didiknya. Sebagai contoh dalam film tersebut diceritakan: Alif (pemeran utama) adalah anak yang berani mengukir mimpi semenjak ia duduk di bangku SMA. Setelah lulus SMA Alif sangat berharap dirinya bisa melanjutkan pendidikannya ke ITB (Institut Teknologi Bandung) karena cita-citanya yang ingin mengikuti jejak langkah kesuksesan Prof. Bj. Habibie. Akan tetapi Amaknya (ibu Alif) lebih memilih untuk menyekolahkannya (Alif) di Pondok Madani lantaran keinginannya agar Alif menjadi orang sukses bagai sosok Buya Hamka.

Singkat cerita Alif memilih patuh menuruti keinginan orang tuanya melanjutkan sekolah di Pondok Madani meskipun dengan perasaan setengah hati. Awal hari-harinya di Pondok Madani lebih sering ia lalui dengan menyendiri tanpa semangat yang pasti. Namun seiring berjalannya waktu Alif akhirnya menemukan energi dahsyat untuk bertekad memantapkan belajar di sana secara sungguh-sungguh saat Alif disentak oleh teriakan penuh semangat dari Ustadz Salman (wali kelas) dengan “mantra”: “Man Jadda Wajada!” “Siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil”. “Mantra” inilah yang menggedor semangat dan kegigihan Alif beserta kelima temannya (Baso, Atang, Said, Raja, Dulmajid) untuk bersungguh-sungguh dalam belajar demi meraih mimpi-mimpinya. Sejak itu Alif dan ke lima temannya mulai berpikir visioner dan bercita-cita besar. Hingga masing-masing dari mereka memiliki ambisi untuk menaklukkan dunia. Dari tanah Indonesia, Amerika, Eropa, Asia hingga Afrika. Di bawah menara Madani, mereka berjanji dan bertekad untuk bisa menaklukkan dunia dan mencapai cita-cita, menjadi orang besar yang bisa bermanfaat bagi kehidupan orang banyak.

Demikianlah pesan moral yang disampaikan film tersebut. Cita-cita perlu tumbuh mengakar dan mengembang di setiap diri para pembelajar sehingga nantinya berbuah motivasi. Motivasi untuk semangat serta sabar menjalani proses hingga cita-cita terealisasi dengan sukses. Kembali Satria Hadi Lubis mengatakan: “Motivasilah yang bertanggung jawab membuat seseorang sukses atau gagal dalam hidupnya. Seseorang akan sukses jika ia mempunyai motivasi yang besar untuk meraihnya. Sebaliknya, jika tidak memiliki motivasi maka kegagalanlah yang akan diterima”.

Penting bagi para pembelajar untuk memiliki mimpi, visi dan cita-cita jika semangat belajarnya ingin terus tumbuh. Apabila ruh dari ketiga unsur tersebut (mimpi, visi, cita-cita) telah melekat dalam benak hati tiap pelajar/siswa maka akan tumbuh motivasi yang siap membakar penyakit futur (lemah semangat). Hingga akhirnya memunculkan efikasi diri, yaitu keinginan untuk sukses yang dilandasi keyakinan diri untuk berprestasi. “Efikasi akan memberikan dorongan kepada seseorang untuk mendayakan potensi yang dimilikinya. Para pelajar yang memiliki efikasi diri yang baik akan menjelma menjadi pribadi yang gigih, ulet dan penuh percaya diri”. (Dwi Budiyanto dalam bukunya Prophetic Learning).

Akhirnya, sebagai penutup tulisan singkat ini penulis berharap semoga di dalam diri generasi para pelajar saat ini tumbuh kemauan untuk bermimpi, keinginan untuk mencipta visi dan berani mengukir cita-cita tinggi. Sehingga gelombang motivasi tetap mengalir terkendali. Tidak surut meski riak ujian menerpa, tidak hanyut meski keterbatasan melanda. Terus belajar hingga menjadi pakar, meniti prestasi hingga puncak tertinggi, mencetak karya menyejarah yang mengabadi sebagai bekal kehidupan hari ini, saat nanti hingga di akhirat kelak. Aamiin.

Membangun Mimpi Anak Negeri

dakwatuna.com – Jika kita di kota, dan kita bertanya, “Nak, kamu mau jadi apa nanti kalau sudah dewasa?”

Maka dengan lantang dan tanpa ragu pasti mereka akan menjawab,

“Saya ingin jadi guru Buk!”

“Saya ingin jadi apoteker Buk!”

“Saya ingin jadi dokter Buk!”

“Saya ingin jadi tentara Buk!”

“Saya ingin jadi polisi Buk!”

Akan banyak lagi jawaban mereka terkait cita-cita. Apakah itu mulai dari yang nantinya akan berbaju seragam ataupun hidup bebas sebagai pengusaha. Tapi terserah apapun yang mereka inginkan. Terserah mereka akan menjadi orang sukses seperti apa nantinya, yang terpenting mereka punya cita-cita!

Lalu bagaimana dengan anak-anak yang ada di pelosok negeri? Bagaimana nasib mereka? Bagaimana mereka nanti saat dewasa jika sekarang saja ketika ditanya tentang cita-cita, mereka hanya tertunduk. Tertawa polos melihatkan deretan gigi mereka. Semua itu bukan karena mereka malu, melainkan mereka tidak tahu!

Bukan seorang dua orang. Tapi kebanyakan anak seperti itu.  Jadi apa mereka nanti setelah besar jika dari sekarang saja mereka tidak tahu apa yang akan mereka kerjakan setelah dewasa nanti?

Kita sama-sama tahu, cita-cita adalah salah satu tujuan hidup. Orang yang punya cita-cita saja terkadang dapat berbelok-belok arah hidupnya, lalu bagaimana dengan mereka yang tidak punya cita-cita? Pasti jalan hidup yang mereka tuju takkan terarah. Mereka bingung. Dan bahkan mereka yang tidak punya cita-cita dan tujuan hidup ini, akhirnya putus sekolah.

Kenapa? Karena mereka tidak punya alasan untuk sekolah. Mereka berpikir, percuma saya sekolah, toh akhirnya saya akan tetap bekerja juga.

Tapi bekerja seperti apa yang mereka maksud?  Pasti bekerja yang hanya mengandalkan tenaga dan otot. Bukan mengandalkan otak.

Kita selalu berkoar-koar. Indonesia kaya. Indonesia kaya. Tapi buktinya kebanyakan rakyat Indonesia masih hidup dengan ekonomi rendah. Kenapa? Karena sumber daya manusianya yang kurang.

Lalu siapa yang bertanggung jawab atas kemajuan negeri ini?

Jawabannya adalah saya, anda, kita semua.

Apalagi kita yang sebagai pemuda. Nasib Indonesia yang akan datang dilihat dari bagaimana kita sebagai pemuda Indonesia hari ini. Oleh karena itu, bangunlah wahai para pemuda!  Ayo menjadi guru yang menginspirasi dan membangkitkan semangat anak negeri! Mari berpartisipasi membangun mimpi-mimpi anak negeri hingga nanti mereka akan lahir sebagai pemuda yang berpotensi dan berkompentensi. Hingga nanti pada akhirnya, Indonesia jaya tak hanya lagi sekedar mimpi.

Membangun RT untuk Indonesia lebih baik

Pernahkah anda mencari kata RT/RW alias Rukun Tetangga/Rukun Warga di sebuah kamus bahasa Indonesia-Inggris?

Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa anda tidak akan menemukan terjemahan yang pas atas kata tersebut. Tidak percaya ? Mari kita coba liat apa kata kamus yang saya temukan di mbah Google.

Kamus Hasan Shadily menerjemahkan RT sebagai neighborhood association, the lowest administrative unit. Sedangkan RW diterjemahkan sebagai administrative unit at the next-to-lowest level in city, consisting of several RTs.

Hmmmm… pas terjemahan tersebut? Jelas tidak karena dalam khazanah tata pemerintahan negara barat yang menggunaka bahasa inggris sebagai bahasa negara tidak mengenal adanya RT/RW. RT/RW adalah istilah khas yang hanya ada di negeri ini. Seperti halnya durian dan rambutan yang dalam bahasa Inggris sama karena di negara asal bahasa tersebut tidak tumbuh buah-buahan yang hanya ada di negara tropis.

Kalau kita kembalikan lagi pada konteks struktur kemasyarakatan di Indonesia istilah neighborhood association akan sangat berbeda dengan RT dalam amanat Keppres nomor 49 tahun 2001 tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau sebutan lain. Inilah uniknya, RT/RW yang diterjemahkan sebagai neighborhood association di Indonesia secara kelembagaan diatur oleh peraturan perundangan dan diberikan pembinaan oleh pemerintah. Dalam hal pelaksanaan tugas RT/RW merupakan pendukung terlaksananya fungsi administrasi pemerintahan di tingkat kelurahan.

Masih ingat ketika anda membuat KTP? Anda harus meminta surat pengantar dari RT, lanjut ke RW, Kelurahan hingga ke Kecamatan. Itu di tingkat kota. Jika anda berdomisili di suatu kabupaten dimana sistem administrasi KTP belum terintegrasi hingga tingkat kecamatan maka anda harus ke kantor yang mengurusi kependudukan dan catatan sipil. Panjang bukan prosesnya?

Dari sudut pandang birokrasi memang terlihat begitu bertele-tele. Alhasil, banyak yang mengeluhkan lamanya proses pengurusan dan tentu saja adanya beragam pungutan karena harus melewati banyak meja.

Tapi, mari kita coba lihat dari sudut pandang yang lain masalah struktur kemasyarakatan yang kita miliki. Menurut Keppres Nomor 49 tahun 2001 tentang Penataan LKMD Rukun Tetangga dan Rukun Warga dibentuk dengan maksud dan tujuan sebagai berikut:

- Memelihara dan melestarikan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang berdasarkan kegotong-royongan dan kekeluargaan
 
- Menghimpun seluruh potensi swadaya masyarakat dalam usaha meningkatkan kesejahteraan warga
 
- Memperlancar pelaksanaan penyelenggaraan di bidang pemerintah, pembangunan, dan kemasyarakatan di kelurahan

Bagaimana pendapat anda? Dahsyat bukan? Mulia sekali bukan? Apa yang anda bayangkan ketika ketiga tujuan di atas bisa dijalankan. Hmm pastilah….kita akan merasakan kenyamanan tinggal di lingkungan kita.

Bagi anda yang dilahirkan sebelum tahun 1990 mungkin masih bisa merasakan bagaimana peran RT/RW ini. Saya sendiri masih ingat ketika masih SD sekitar tahun 1980an setiap bulan selalu ada kegiatan kerja bakti di hari minggu di RW tempat saya tinggal. Hampir seluruh anggota keluarga terlibat membersihkan depan rumah, membersihkan rerumputan, membersihkan got dan merapikan tanaman yang sekaligus menjadi pagar rumah kami.

Masyarakat melakukan Kerja Bakti
Masih terbayang pula setiap menjelang tanggal tujuh belas bulan Agustus kami begitu antusias mengikuti berbagai lomba, dari balap karung, memasukkan pensil di botol, menyanyi hingga cerdas cermat. Tak kalah dengan anak-anak, ibu-ibu pun disibukkan dengan lomba bola volly antar RT. Sungguh saya masih sangat merindukan suasana seperti itu. Puncak dari serangkaian acara tersebut adalah acara Panggung Tujuh Belasan yang diselenggarakan tepat di HUT Kemerdekaan Indonesia. Sungguh, saat itu menjadi acara yang ditunggu-tunggu. Dari anak-anak hingga ibu-ibu semua sibuk mempersiapkan acara tersebut. Bagaimana tidak, kami para anak-anak yang diminta untuk manggung mengisi beragam acara. Saya masih ingat, saat itu adik saya yang masih berusia 5 tahun sempat diminta mengisi deklamasi. Tahun berikutnya ia mengisi acara tari-tarian karena kebetulan ia menyukai seni tersebut. Saya sendiri lebih senang menjadi penonton sambil berlari-larian menikmati cahaya rembulan bersama kawan-kawan kecil saya.

Tak hanya itu, ketika saya masih berseragam putih abu-abu kami para pemuda/pemudi di kelurahan terlibat dalam kegiatan karang taruna. Hampir seluruh pemuda/pemudi saling mengenal karena setiap bulan selalu ada pertemuan. Selain itu kami juga sering dilibatkan dalam acara-acara pernikahan. Dengan pakaian bawahan hitam dan atasan putih kami pun sigap melayani para tamu. Saat itu, acara pernikahan sangat berbeda dengan apa yang saat ini kita lihat. Dari sisi makanan tamu-tamu cukup duduk di tempat dan kami-kami lah yang akan mengantarkan sepiring nasi lengkap dengan lauk pauk termasuk segelas teh hangat. Kami lakukan semua itu dengan riang gembira. Meski tidak ada sepeser rupiah pun yang kami terima sebagai imbalan tapi kami cukup puas dengan sepiring nasi dan lauk pauk yang mengundang selera. Atau mungkin karena di zaman itu kami jarang berlauk daging sehingga hidangan pernikahan merupakan nikmat yang luar biasa ya…entahlah…

Apa yang saya ceritakan tentang ‘kisah masa lalu’ tadi sesungguhnya adalah bagian dari pelaksanaan peran RT/RW dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai ketiga tujuan dibentuknya lembaga tersebut. Saya sendiri tidak tau apakah hal ini masih berjalan atau tidak di beberapa daerah. Yang jelas di perkotaan, termasuk di tempat saya tinggal, tradisi semacam ini sulit ditemui lagi. Kerja bakti rasanya sekarang sudah digantikan dengan adanya iuran bulanan di RT yang kemudian dari iuran itu Pak RT membayar petugas untuk membersihkan lingkungan. Tak ada yang salah barangkali karena kehidupan masa kini telah berubah.
Tuntutan hidup memaksa anggota rukun tetangga untuk memenuhi kebutuhan yang semakin hari terasa makin tinggi. Akhirnya, waktu pun tersita untuk masa depan keluarga. Meski peran masyarakat atau anggota rukun tetangga dalam menciptakan kehidupan yang lebih nyaman saat ini masih ada tapi peran kerja bakti sebagai media berinteraksi sesama anggota rukun tetangga jelas tak mungkin tergantikan oleh besarnya iuran tiap bulan.

Dalam konsep pembangunan RT/RW bisa dianggap sebagai social capital atau modal sosial yang jika didayagunakan ia akan menjadi sebuah kekuatan besar. Teori pembangunan masa kini pun menyebutkan bahwa modal sosial adalah salah satu faktor yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Di masa lalu, teori ekonomi klasik menyebut bahwa natural capital lah yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Menurut teori ini negara yang mempunyai sumber daya alam melimpah akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Ini pula yang mendorong para kolonialis kemudian menjelajah mencari daerah-daerah jajahan termasuk kita menjadi korbannya. Teori berikutnya, neoklasical theory, menyebutkan bahwa investasi pada physical capital alias mesin-mesin akan mengatasi masalah keterbatasan sumber daya alam yang pada teori klasik dianggap sebagai faktor dominan. Termasuk, munculnya revolusi industri yang menurut teori neoklasik menjadi justifikasi bahwa dengan investasi pada mesin-mesin akan meningkatkan produksi barang yang akan bermuara pada pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, endogeneous theory yang lebih menekankan pada aspek human capital berupan investasi pada pendidikan, ketrampilan, kreativitas termasuk riset dan pengembangan akan mengatasi masalah kejenuhan investasi pada mesin-mesin produksi. Kalau kita lihat perkembangan saat ini memang perusahaan yang terus bertumbuh adalah perusahaan yang mampu merekrut sumber daya yang kreatif dan selalu melahirkan inovasi.

Ups…kok sepertinya makin jauh dari tema RT/RW ya?

Tunggu dulu…teori selanjutnya adalah institutional growth theory. Model institusional ini lah yang dianggap sangat krusial yang membuat rentang perbedaan antara negara kaya dan negara miskin. Apa kira-kira menurut anda? Sebagaimana peristilahannya maka institusional lebih kepada lembaga negara atau tata kelola pemerintahan yang mampu melahirkan peraturan perundangan serta menegakkannya. Sehingga, segala sumber daya yang digunakan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang besar. Yang termasuk dalam modal institusional di sini adalah property right, produk perundangan, dan tata kelola pemerintahan atau dalam bahasa aslinya disebut sebaga governance, termasuk attitude dan culture. Salah satu unsur yang menjadi bagian dari model institusional ini adalah social capital.

Kalau anda cermati model pembangunan di negara berkembang yang di promosikan oleh negara-negara donor saat ini adalah dengan melibatkan masyarakat dalam pembangunan. Lihat saja, PNPM Mandiri adalah sebuah contoh pembangunan berbasis kekuatan modal sosial. Mengapa? Ya karena dana PNPM in akan bisa dicairkan jika ada kelembagaan berbasis masyarakat yang dinamakan BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) di tingkat kelurahan. Selanjutnya untuk mendapatkan dana masyarakat harus membuat Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang terdiri dari anggota masyarakat dalam lingkup kelurahan tersebut.

Nah, saya sendiri sering membayangkan bahwa Indonesia ini seharusnya lebih hebat dari negara-negara barat. Bagaimana tidak, dengan adanya garis koordinasi dari pemerintah, pemerintah daerah, kecamatan, kelurahan, hingga RT/RW seharusnya pengaturan dan penggerakan arus bawah lebih mudah. Di negara barat struktur kemasyarakatan hanya membagi hingga sub-district atau dalam bahasa kita disebut kecamatan. Kalau kita lihat dari vocabulary atau kosa kata yang mengena pada pembagian struktur kemasyarakatan pun hanya dibagi urban dan rural. Dengan struktur kemasyarakatan yang tidak mengakar saja pembangunan di sana justru lebih maju. Tata kelola pemerintahannya pun jauh lebih baik. Masyarakatnya? Jauh lebih tertib. Lalu apanya yang salah ya?

Akar budaya kita berbeda dengan negara barat. Makanya arah pembangunan pun tak bisa begitu saja di persamakan. Saya sendiri tetap percaya bahwa jika lembaga kemasyarakatan kita berfungsi secara maksimal kita masih punya harapan untuk mempunyai lingkungan yang nyaman. Dengan APBN/D yang terbatas apalagi tidak digunakan secara maksimal tentu akan sulit berharap pada peran negara untuk mengatasi segala permasalahan masyarakat. Sehingga, pembangunan yang perlu digalakkan adalah pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat. Artinya, bagaimana membangun kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Tidak perlu kita ambil contoh yang muluk-muluk. Dalam hal kebersihan sebenarnya yang perlu dibangun bukan lah pada pengerahan petugas persampahan tapi lebih kepada bagaimana menyadarkan masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya. Suatu saat coba perhatikan perilaku para pemilik mobil pribadi. Terkadang perilaku mereka tak kalah dengan para penumpang angkot. Mobilnya sih keren tapi masalah buang sampah perilakunya sungguh memprihatinkan. Atau ketika anda berkendara di jalan. Lihatlah bagaimana pengendara mobil yang berpenampilan keren atau kadang berkostum ustadz ketika di jalanan tak kalah dengan preman.

Apa langkah yang paling efektif untuk mendidik masyarakat?

Lagi-lagi saya sangat percaya bahwa dengan memberdayakan lembaga kemasyarakatan seperti Kelurahan/Desa hingga tingkat RT/RW masalah seperti ini sebenarnya bisa di atasi. Saya sendiri sering membayangkan seandainya lembaga-lembaga ini didayagunakan pasti hasilnya akan sangat dahsyat. Bayangkan seandainya RT/RW berfungsi sebagaimana maksud dan tujuan didirikannya. Bayangkan kalau pembangunan dilakukan berbasis RT/RW dimana setiap kepala RT/RW bertanggungjawab terhadap pendidikan moral dan etika masyarakatnya. Hmmm apalagi jika beliau ini mempunya jiwa leadership yang mampu menggerakkan anggota RT/RW untuk dengan suka rela membangun lingkungannya.

Sekilas Karang Taruna


Pendirian dan pengorganisasian Karang Taruna sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 83/HUK/2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna. Peningkatan peranan karang taruna sejak pertumbuhannya dari tahun 1960 telah semakin nampak, dimulai dengan kegiatan rekreatif dan pelatihan sampai saat ini telah mengarah ke kegiatan produktif serta kegiatan usaha kesejahteraan sosial lainnya Anggota Karang Taruna adalah pemuda berusia 17 sampai dengan 45 tahun.



Karang Taruna merupakan pilar partisipasi masyarakat sebagai wadah pembinaan pembangunan dan pengembangan generasi muda dibidang kesejahteraan sosial.



Karang Taruna adalah organisasi kepemudaan di Indonesia. Karang Taruna merupakan wadah pengembangan generasi muda nonpartisan, yang tumbuh atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat khususnya generasi muda di wilayah Desa / Kelurahan atau komunitas sosial sederajat, yang terutama bergerak dibidang kesejahteraan sosial. Sebagai organisasi sosial kepemudaan Karang Taruna merupakan wadah pembinaan dan pengembangan serta pemberdayaan dalam upaya mengembangkan kegiatan ekonomis produktif dengan pendayagunaan semua potensi yang tersedia di lingkungan baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam yang telah ada. Sebagai organisasi kepemudaan, Karang Taruna berpedoman pada Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga dimana telah pula diatur tentang struktur pengurus dan masa jabatan di masing-masing wilayah mulai dari Desa / Kelurahan sampai pada tingkat Nasional. Semua ini wujud dari pada regenerasi organisasi demi kelanjutan organisasi serta pembinaan anggota Karang Taruna baik dimasa sekarang maupun masa yang akan datang.

Karang Taruna beranggotakan pemuda dan pemudi (dalam AD/ART nya diatur keanggotaannya mulai dari pemuda/i berusia mulai dari 11 - 45 tahun) dan batasan sebagai Pengurus adalah berusia mulai 17 - 35 tahun.



Karang Taruna didirikan dengan tujuan memberikan pembinaan dan pemberdayaan kepada para remaja, misalnya dalam bidang keorganisasian, ekonomi, olahraga, advokasi, keagamaan dan kesenian.

Organisasi karang taruna adalah organisasi yang berada di lingkungan penduduk dalam lingkup satu Rukun Tetangga atau Rukun Warga, pengurusnya terdiri dari para pemuda pemudi yang berada di lingkungan itu.



Banyak hal yang bisa dilakukan para pemuda pemudi Karang Taruna untuk menyumbangkan hal besar dimulai dari hal kecil, seperti :

  • Melatih berorganisasi yang kompak dan sehat, ajang silaturahmi. 
  • Mengadakan kegiatan Kerja bakti kebersihan dan penataan lingkungan setiap Minggu pagi. 
  • Menggalakkan penanaman apotik hidup dan warung hidup di setiap halaman rumah warga. 
  • Mengadakan jadwal pengajian dan olahraga bersama 
  • Mengadakan lomba hal-hal positif 
  • Mengadakan sekolah gratis untuk anak prasekolah yang tidak mampu 
  • Mendirikan perpustakaan sederhana 
  • Setiap tahun diadakan acara wisata

Dan masih banyak lagi, bukankah apabila kita mengerjakan sesuatu dengan ikhlas dan senang hati semua hal sederhana itu bisa sangat menyenangkan, karena dapat bermanfaat untuk diri sendiri maupun orang lain.



Selain itu apabila para pemuda pemudi dapat melakukan kegiatan Karang Taruna yang baik dan tepat, akan membantu pemerintah dalam memajukan dan menata kondisi lingkungan dan mental rakyat Indonesia ke arah yang lebih baik dan selalu terpacu untuk berpikir apa yang harus kita lakukan untuk hal yang berguna.



Kegiatan ini bermanfaat pula untuk melatih agar sifat individualistis tidak tertanam kuat, karena kalau hal itu sudah tertanam kuat akan mengakibatkan sifat egois dan mementingkan diri sendiri, kegiatan ini tak kalah menyenangkan jika dapat menyikapi secara tepat.



Karang Taruna berasal dari kata Karang yang berarti pekarangan, halaman, atau tempat. Sedangkan Taruna yang berarti remaja. Jadi Karang Taruna berarti tempat atau wadah pengembangan remaja yang ada di Indonesia. Karang Taruna pertama kali lahir sebagai problem solver terhadap masalah sosial generasi muda di kampung melayu tahun 1960 dan secara resmi berdiri di Jakarta tanggal 26 September 1960, yang merupakan "organisasi sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat dan terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial"(lihat Pedoman Dasar Karang Taruna Sesuai Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 83/HIK/2005).